Pelengkap PP 46 Tahun 2013

Konon kabarnya bahwa "penggagas pajak untuk UKM" memang memiliki konsep bahwa Wajib Pajak kecil cukup bayar pajak 1% saja. Tidak perlu bayar pajak lainnya seperti PPN. Dan tidak pula dibebani dengan kewajiban untuk memotong pajak orang lain seperti PPh Pasal 23. Sejak 1 Januari 2014 lengkap sudah konsep awal "pajak untuk UKM" ini dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
Pada posting bulan Juli 2013, saya mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 belum cukup. Kenapa? Tujuan dari PP 46/2013 ini adalah menjaring pengusaha kecil untuk bayar pajak. Supaya mau bayar pajak, maka PP 46/2013 kemudian memudahkan penghitungan pajak dengan "model" penghitungan FINAL yaitu hanya 1% dari omset. Kemudian, bayar pun boleh pakai ATM. Sehingga pelaporan dan pembayaran pajak benar-benar dimudahkan.

Untuk melengkapi gagasan hanya 1% maka bagi Wajib Pajak tertentu yang masih mengacu ke PP 46/2013 boleh tidak dipotong PPh Pasal 23. Jika mitra Wajib Pajak akan membayar penghasilan, maka atas penghasilan tersebut dapat dimintakan SKB agar oleh mitra Wajib Pajak tidak dipotong PPh Pasal 23. Sehingga, pada akhir tahun tidak akan kelebihan bayar pajak. Kenapa Wajib Pajak menghindari lebih bayar? Karena biasanya Wajib Pajak menghindari diperiksa oleh kantor pajak. Kondisi SPT lebih bayar menjadikan Wajib Pajak harus diperiksa.

Nah pelengkap PP 46/2013 adalah batasan pengusahan kecil PPN! Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai disebutkan bahwa batasan pengusaha kecil itu Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Artinya, Wajib Pajak yang memiliki omset antara Rp.4,8 milyar dan Rp.600 juta menjadi wajib memungut PPN. Kewajiban tambahan ini tentu saja memberatkan pelaku UKM. Selain harus melaporkan SPT Masa PPN, ditambah harus setor PPN sebesar 10% karena biasanya para pelaku UKM tidak memiliki pajak masukan. Artinya, insentif PP 46/2013 menjadi tidak ada artinya. Tidak menarik lagi. bahkan seperti "jebakan batman".

Setelah Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai dirubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 maka batasan pengusahan kecil PPN menjadi sama dengan batasan omset PP 46/2013. Sejak 1 Januari 2014, bagi Wajib Pajak yang memiliki omset kurang dari Rp 4,8 milyar menjadi tidak wajib PKP (pengusaha kena pajak). Karena tidak wajib PKP, maka tidak wajib memungut PPN. Karena tidak wajib memungut PPN maka tidak wajib lapor SPT Masa PPN dan tidak wajib setor PPN.

Bagi yang sudah telanjur PKP, berdasarkan  Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 DJP mempersilakan untuk mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP ke Kantor Palayaran Pajak terdaftar. Wajib Pajak akan menjadi wajib PKP lagi jika omset-nya sudah melewati batas Rp. 4,8 milyar lagi. Misalkan nanti ternyata pada bulan September 2014 omset kumulatif sejak Januari 2014 sudah mencapai Rp. 5 milyar maka mulai bulan Oktober 2014 Wajib Pajak tersebut menjadi wajib PKP lagi.

salaam


Komentar

Unknown mengatakan…
Peraturan Perpajakan mempermudah namun sekaligus makin ketat pengawasanya
Anonim mengatakan…
Yang ingin saya tanyakan :
(1) Kalo memang mulai berlaku mulai 1 Januari 2014, berarti tahun buku yang dimaksudkan adalah tahun buku 2014. Benar begitu, pak Raden?
(2) Sepengetahuan saya, proses verifikasi tidak menguji pembukuan WP, tetapi salah satunya dokumen yang diuji oleh petugas adalah bukti transaksi/data perpajakan. Bukti/data yang dimaksud itu apa saja?
(3) Lalu bagaimana dengan pedagang dalam pasar yg setiap harinya transaksi tanpa bukti tertulis? Apakah petugas yg datang dan mengamati transaksi WP dapat dijadikan landasan data perpajakan? Landasan hukum/UU untuk hal ini apa ya, pak.

Terima kasih sebelumnya
Earn Money Online mengatakan…
Bagaimana dengan WP Badan yg omzetnya dibawah 4,8 milyar per tahun, apakah PKP nya dibisa cabut juga pak? Terima kasih
Kareem mengatakan…
Apakah peraturan ini juga berlaku untuk WP Badan yang omzetnya kurang dari 4,8 milyar setahun? Apakah status PKP nya bisa cabut pak? Terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
PP 46 bicara PPh dan mengacu ke UU PPh. Masalah PKP mengacu ke UU PPN. Jadi beda barang.

silakan cek http://pajaktaxes.blogspot.com/2014/01/pelengkap-pp-46-tahun-2013.html

Bagi yang sudah telanjur PKP, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 DJP mempersilakan untuk mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP ke Kantor Palayaran Pajak terdaftar.
Raden Agus Suparman mengatakan…
silakan baca PER - 12/PJ/2014
Anonim mengatakan…
jika mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan pkp kyknya agak jaranglah, soalnya akan diperiksa.. Ribet lagi dong.
Unknown mengatakan…
Saya mau tanya. Saya punya toko kecil jual barang2 kebutuhan pokok. Kalo barang kadaluarsa dan tidak bisa retur ke supplier apa bisa saya kurangkan di omzet. Krn barang tsb saya musnahkan. Terima kasih
Unknown mengatakan…
Saya mau tanya. Saya punya toko mini swalayan. Kalo barang kadaluarsa dan tidak bisa retur di supplier apa bisa nilainya saya kurangkan di omzet. Karena barang tsb saya musnahkan. Terima kasih
Unknown mengatakan…
itu jadi biaya secara otomatis jika menggunakan laporan keuangan.

tapi jika menggunakan PP46 maka tidak dikenal adanya biaya. namanya juga final.

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru