Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2011

Itjen Lebih Superior

Gambar
Auditor dimanapun harus diletakkan lebih sederajat daripada auditee (pihak terperiksa). Setidaknya, ini pemahaman saya. Auditor harus diberikan kekuasaan untuk mengakses semua informasi dan meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang ada. Bahkan untuk internal auditor, harus lebih maju lagi, yaitu harus mencegah penyimpangan. Internal audit sering juga disebut kepatuhan internal. Karena berada di posisi intern, maka kepatuhan internal bisa “mendeteksi” potensi penyimpangan dan berusaha mencegahkan. Inspektorat Jenderal (Itjen) adalah auditor internal bagi sebuah lembaga. Kementrian Keuangan sebagai lembaga penting di Republik ini memiliki Itjen. Auditee atau pihak terperiksa adalah unit-unit eselon satu di Kementrian Keuangan seperti DJP. Karena merupakan posisinya sebagai auditor, maka Itjen Kemenkeu bisa memeriksa setiap berkas yang ada di DJP. Sebelum “rezim” Dirjen Pajak Hadi Poernomo, Itjen bisa memeriksa Kertas Kerta Pemeriksaan (KKP

Bukti pembayaran zakat

Gambar
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh 1984 (nama resminya memang "UU PPh 1984") bahwa pembayaran zakat bisa dibiayakan atau mengurangi penghasilan kena pajak. Tetapi ada syarat-syarat tertentu supaya bukti pembayaran zakat bisa mengurangi penghasilan kena pajak. Syarat-syarat tersebut : [a.] Zakat dibayarkan kepada amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah, [b.] Bukti pembayaran zakat paling sedikit memuat informasi : [b.1.] Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar; [b.2.] Jumlah pembayaran; [b.3.] Tanggal pembayaran; [b.4.] Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan [b.5.] Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau [b.6.] Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening