Saat Terutang Potput

Di penghujung tahun 2010 kemarin, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan. Salah satu pasalnya mengatur tentang saat terutang bagi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.

Saat terutang atau saat dipotong oleh pemotong sebenarnya sudah diatur di UU PPh. Mungkin peraturan pemerintah ini lebih mempertegas lagi. Secara lengkap saya salin Pasal 15 PP No. 94 Tahun 2010

(1) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dilakukan pada akhir bulan:
a. terjadinya pembayaran; atau
b. terutangnya penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

(2) Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada saat:
a. pembayaran; atau
b. tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.


(3) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) Undang-­Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

(4) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.


Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan"

a. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.

b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23/26 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.


Bagi yang belum paham pasal-pasal diatas, saya mengingatkan kembali :

PPh Pasal 21 adalah cicilan pajak penghasila terutang yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi baik yang berstatus karyawan maupun bukan. Cicilan ini pada akhir tahun akan dikreditkan atau diperhitungkan kembali oleh penerima penghasilan di SPT Tahunan PPh OP.

PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipotong oleh bendaharawan pemerintah dan Wajib Pajak usaha tertentu. Besaran tarif terbaru PPh Pasal 22 diatur di PMK-154/2010.

PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas kegiatan jasa tertentu. Daftar jasa-jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23 yang saya posting bulan Januari 2009 masih berlaku sampai sekarang.

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri.

Baik PPh Pasal 22 maupun PPh Pasal 23 merupakan cicilan pajak penghasilan bagi penerima penghasilan. Sehingga, pada saat pemotongan, penerima penghasilan WAJIB meminta SSP atau Bukti Potong. Bukti Potong ini akan diperhitungkan kembali pada akhir tahun di SPT Tahunan PPh Badan.

Komentar

Firman mengatakan…
Pagi Pak.
Berkaitan dengan dividen, saya ada kasus seperti ini :
Perusahaan dilikuidasi, modal beserta dividen akan dibagikan kepada para pemegang saham (orang pribadi) setelah segala urusan likuidasi termasuk perpajakan diselesaikan (sesuai akta pembubaran).
Dalam pemeriksaan pajak (2012 dan 2013) terdapat koreksi PPh Badan (koreksi biaya) utk th 2012 yang imbasnya laba besih meningkat. Utk th 2013 dikenakan SKP PPh Pasal 4(2) atas dividen dengan memperhitungkan koreksi hasil pemeriksaan th 2012.
Yang jadi pertanyaan :
1. Apakah koreksi PPh Badan th 2012 memang harus diperhitungkan dalam penghitungan saldo laba ditahan tahun 2013 ( menyebabkan saldo laba ditahan naik) ? Karena secara riil, kas yang tersedia tidak bertambah sebesar koreksi tersebut.
2. Dalam perhitungan SKP PPh Pasal 4 ayat (2) terdapat sanksi administrasi bunga pasal 13 (2). Padahal dividen kan belum dibagikan.
Demikian Pak. Saya mohon pencerahannya. Terima kasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
saya sebenarnya gagal paham apa maksud pertanyaan, tetapi secara teoritis bahwa perubahan laba tahun sebelumnya tentu saja berpengaruh ke tahun sekarang. Laba dan rugi tahun sebelumnya dicarry forward.

dalam hal tidak setuju atas hasil pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak dipersilakan mengajukan pembahasan ke Tim QA Pemeriksaan (pada saat closing) dan keberatan jika sudah terbit skp. SKPKB belum menjadi utang pajak jika wajib pajak tidak setuju dengan pemeriksa pajak dan mengajukan keberatan atau banding.

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru