Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2010

SSB Palsu

Gambar
Apakah Anda baru saja beli tanah atau bangunan sekaligus tanah dibawahnya? Jika ya biasanya anda akan berhubungan dengan notaris untuk "balik nama". Kepemilikan tanah tersebut tentu akan berubah dari atas nama penjual ke anda sebagai pembeli. Untuk melakukan balik nama itu jarang sekali orang mengurus sendiri ke BPN . Apalagi jika kita tidak mau tertipu dengan penjual tanah tersebut, misalnya tanah tersebut sebenarnya masih sengketa atau masih ada masalah hukum lain, maka akan lebih aman jika kita mengurus masalah balik nama tanah tersebut ke notaris. Ya, notaris bisa mengklarifikasi kepemilikan tanah yang akan kita beli dan sekaligus balik nama. Umumnya orang yang sudah pergi ke notaris akan minta bersihnya saja. Artinya, berapa harga yang diminta oleh nataris supaya sertifikat tanah tersebut menjadi milik kita? Untuk memperoleh hak tanah sebenarnya ada pajak atas perolehan tanah yang dinamakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB . Hak yang menja

Faktur Pajak Palsu

Gambar
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Begitulah definisi Faktur Pajak menurut UU PPN 1984. Di "dunia" pemeriksaan pajak, ada istilah Faktur Pajak yang tidak ditemukan di UU PPN 1984 yaitu : Faktur Pajak palsu, Faktur Pajak fiktif, atau Faktur Pajak bermasalah. Tetapi di Pasal 39A UU KUP disebutkan : Setiap orang yang dengan sengaja: a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banya

Pemungut Pajak

Gambar
Apakah setiap Wajib Pajak membayar pajak langsung disetor ke bank perseps i? Tidak! Administrasi perpajakan, khususnya pajak pusat seperti Pajak Penghasilan [PPh] dan Pajak Pertambahan Nilai [PPN] "mendelegasikan kewenangan" kepada Wajib Pajak tertentu untuk mengambil pajak Wajib Pajak lain. Kata "mendelegasikan kewenangan" sengaja diberi tanda kutip untuk menekankan bahwa ada kewajiban yang dibebankan oleh undang-undang perpajakan untuk memungut pajak. Sebenarnya ada dua istilah di PPh yaitu pemotong dan pemungut. Istilah pemotongan digunakan untuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Sedangkan pemungutan digunakan untuk PPh Pasal 22. Selain itu pemungutan juga digunakan oleh PPN. Apa sih perbedaan pemungutan dan pemotongan? Sebagian orang yang bilang bahwa pemotongan itu pajak yang diambil dari penghasilan neto. PPh Pasal 21 contohnya, tarif PPh yang digunakan dari penghasilan bersih. PPh Pasal 23 ada yang cocok dengan pengertian ini ada yang ti

Bank Persepsi

Gambar
Apakah selama ini anda mengira bahwa kantor pajak adalah tempat menerima setoran pajak? Jika jawaban anda ya , maka anda salah besar ! Direktorat Jenderal Pajak [DJP] atau kantor pajak dibawahnya sebenarnya merupakan kantor administrasi perpajakan pusat. Kita bedakan pajak pusat versus pajak daerah karena memang ada pajak daerah . Pajak pusat untuk mengisi Pendapatan di APBN. Sedangkan pajak daerah untuk mengisi Pendapatan APBD. Walaupun sebagian APBD ada juga yang berasal dari APBN. Tempat setoran pajak sebenarnya bank atau pos persepsi. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. Pemberian nama "persepsi" menunjukkan bahwa tidak semua kantor bank menerima setoran pajak. Begitu juga dengan kantor pos, tidak semua kantor pos menerima setoran pajak. Tapi saya kira, sebagian besar kantor bank saat ini

pengusaha kecil

Gambar
Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010 tentang batasan Pengusaha Kecil untuk keperluan Pajak Pertambahan Nilai [PPN]. Batasan pengusaha kecil dalam perpajakan ada dua: pertama untuk keperluan Pajak Pertambahan Nilai [PPh], yaitu dalam rangka boleh tidaknya Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan pajak atau wajib menggunakan pembukuan. Sedangkan yang kedua untuk keperluan PPN yaitu apakah Wajib Pajak wajib memungut PPN atau tidak. Nah, untuk keperluan PPN, batasan Pengusaha Kecil adalah omset setahun sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta). Jika dalam suatu bulan dalam tahun kalender, seorang Wajib Pajak telah memiliki omset Rp.600.000.000,- maka Wajib Pajak tersebut: [a.] wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak [PKP] [b.] wajib memungut PPN dari konsumen [c.] wajib melaporkan SPT Masa PPN setiap masa pajak. Peraturan ini sebenarnya nyaris sama dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2000 tentan

SPT Masuk

Gambar
Pada tahun ini adalah tahun pertama SPT Tahunan tidak dikirim ke Wajib Pajak tetapi Wajib Pajak wajib meminta sendir formulir SPT ke kantor pajak atau mencetak sendiri sesuai format yang telah ditetapkan oleh DJP. Pada awal tahun, banyak yang pesimis dengan tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan. Waktu itu, sebagian pegawai pajak berpendapat, "Dikasih sajah tidak melapor, apalagi disuruh ngambil!" Memang pada awal tahun, biasanya kantor pajak sibuk mempersiapkan sampul yang akan dikirim ke alamat Wajib Pajak. Sampul tersebut berisi SPT Tahunan, buku petunjuk pengisian, dan formulir SSP. Tidak lupa sambutan Dirjen Pajak. Mulai tahun 2010 ini, semua formulir tersebut harus diambil atau diusahakan sendiri oleh Wajib Pajak. DJP hanya menyiapkan formulir yang dimaksud dan Wajib Pajak bebas mengambil darimana saja. Jika dilihat dari segi jumlah SPT yang masuk, tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun ini meningkat. SPT yang masuk per 31 Maret 2010 menurut Pak Dirjen sebanya

Restitusi PPN Turis

Gambar
Inilah ciri khas Pajak Pertambahan Nilai [PPN]! PPN adalah pajak atas barang atau jasa yang dikonsumsi di Indonesia. Walaupun ada pengecualian "sedikit" barang dan jasa, semua barang adalah objek PPN. PPN tidak melihat atau memperdulikan siapa dan sumber penghasilan sebagaimana dalam Pajak Penghasilan [PPh]. Seorang turis asing, sebut saja Mr Ming, melakukan perjalanan wisata di Indonesia. Jika dilihat dari "kacamata PPh", Mr Ming adalah subjek pajak luar negeri dan tidak memiliki penghasilan dari Indonesia. Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memungut pajak dari Mr Ming. Tapi tidak berlaku bagi PPN! Saat melakukan perjalanan wisata di Indonesia, tentu Mr Ming belanja. Nah, pada saat belanja tersebut sebenarnya Mr Ming telah membayar pajak [PPN] karena barang yang dia beli sudah melekat PPN di dalamnya. PPN tersebut dipungut oleh penjual dan disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos oleh penjual. Artinya Indonesia tetap bisa memungut PPN dari orang a

faktur pajak = SSP

Gambar
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak [BKP] atau penyerahan Jasa Kena Pajak [JKP]. Faktur Pajak dibuat pada saat [waktu pembuatan faktur pajak] : a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Faktur Pajak dibuat oleh penjual atau pemberi jasa. Dibuat minimal dalam rangkap dua yang peruntukkannya masing-masing : Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.

Pembuatan faktur pajak

Gambar
Berikut ini adalah petunjuk pengisian Faktur Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-13/PJ/2010 : PETUNJUK PENGISIAN 1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang formatnya sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. 2. Pengusaha Kena Pajak Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, sesuai dengan keterangan dalam Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, kecuali alamat diisi dengan alamat tempat domisili/tempat kegiatan usaha terakhir Pengusaha Kena Pajak. 3. Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak. Diisi sesuai dengan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak. 4. Pengisian tentang Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang diserahkan : a. Nomor Urut Diisi dengan nomor urut dari Barang

Penggantian Faktur Pajak

Gambar
Berikut ini adalah tata cara penggantian faktur pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-13/PJ/2010 : TATA CARA PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK YANG CACAT, RUSAK, SALAH DALAM PENGISIAN, ATAU SALAH DALAM PENULISAN 1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau penerima Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan. 2. Pembetulan Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimakskud dalam butir 1. 3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang

Retur dan Pembatalan

Gambar
Retur adalah pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) baik sebagian maupun seluruhnya oleh pembeli. Dalam dunia perdagangan, retur merupakan hal biasa karena memang manusia tidak ada yang sempurna. Selalu ada kekurangan. Salah satunya barang cacat atau tidak sesuai standar yang ditetapkan. Tentu sebagai pembeli, tidak mau dong beli barang cacat? Retur hanya bisa dilakukan oleh pembeli. Pengakuan adanya retur bisa di pembeli bisa di penjual. Tentu jika di pihak penjual maka disebut retur penjualan. Dan jika di pihak pembeli disebut retur pembelian. Perlakuan retur menurut akuntansi adalah mengurangi. Jika retur penjualan maka akan mengurangi penjualan. Dan jika retur pembelian maka akan mengurangi pembelian. Sekali lagi, adanya retur hanya bisa dilakukan oleh pembeli dengan menerbitkan Nota Retur. Nah untuk keperluan Pajak Pertambahan Nilai, menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 65/PMK.03/2010 Nota Retur paling sedikit harus mencantumkan : a. nomor urut nota retur; b. no