Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2009

Data Baru

Gambar
Saya kira, tidak banyak Wajib Pajak yang mau mengungkapkan dan membayar kekurangan pajak padahal Wajib Pajak tersebut telah diperiksa dan diterbitkan surat ketetapan pajak [skp]. Sebenarnya, Wajib Pajak yang telah diterbitkan skp maka perhitungan pajak terutangnya dianggap sudah benar. Lah, siapa yang mau menyalahkan? Kan yang menghitung kantor pajak dan Wajib Pajak sudah setuju atas perhitungan tersebut? Skp adalah perhitungan pajak menurut fiskus. Atas perhitungan tersebut fiskus tidak boleh melakukan perhitungan ulang atau perhitungan kembali kecuali jika fiskus memiliki novum atau data baru. Apa itu data baru? Yang dimaksud dengan "data baru" adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.

Tempat Pengambilan SPT

Gambar
Pasal 3 ayat (2) UU KUP: Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Jadi, mulai sekarang jangan tunggu kiriman SPT dari kantor pajak J

spanduk SPT

Gambar
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pasal 3 ayat (1) UU KUP

SKPN Tambahan?

Gambar
KONON kabarnya ada Wajib Pajak yang mengajukan SKB ke salah satu kantor pajak. Salah satu lampiran untuk mendapatkan SKB tersebut, si Wajib Pajak melampirkan Laporan Keuangan yang sudah di audit ( audited ). Kebetulan Wajib Pajak tersebut sudah diperiksa dan telah diterbitkan SKPN dengan rugi [misalnya] 100 milyar rupiah. Tetapi pada Laporan Keuangan yang telah diaudit ternyata Wajib Pajak tersebut mengalami kerugian HANYA [misalnya] 20 milyar rupiah saja. Kemudian kantor pajak tersebut merasa mendapat DATA BARU. Berdasarkan data baru [novum] tersebut, kemudian kantor pajak mengusulkan pemeriksaan ulang ke Dirjen Pajak. Untuk melakukan pemeriksaan ulang memang harus ada novum dan persetujuan Dirjen Pajak. Kemudian timbul pertanyaan : [1] Apa produk hasil pemeriksaan ulang? [2] Berdasarkan novum, bahwa Wajib Pajak tetap mengalami kerugian walaupun ruginya jauh lebih kecil. Ada koreksi positif 80 milyar, tapi Wajib Pajak tetap rugi fiskal. Artinya tidak ada PPh terutang atau PPh kurang

PPh Pasal 21 atas manfaat pensiun

Gambar
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2009 selain mengatur tarif PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon, juga mengatur tarif PPh Pasal 21 atas pembayaran uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua. Peraturan pemerintah [PP] ini mengatur bahwa pemotongan PPh bersifat FINAL. Apakah uang pensiunan bersifat final? Sebelumnya saya berpikir begitu. Ternyata setelah dibaca berulang-ulang, pandangan saya salah . Ada perbedaan antara pembayaran pensiunan yang dibayarkan tiap bulan dengan manfaat pensiun yang dimaksud di PP ini. Kata kuncinya ada di pembayaran SEKALIGUS. Seperti yang diatur di Pasal 2 PP ini bahwa pembayaran uang manfaat pensiun, jaminan hari tua, dan tunjangan hari tua dianggap dibayar sekaligus [walaupun pembayarannya bertahap] jika dibayar dalam waktu 2 (dua) tahun kalender. Berapa tarif PPh Pasal 21 atas uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua dan jaminan hari tua? [1]. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampal dengan Rp50.000.

PPh Pasal 21 Atas Pesangon

Gambar
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Begitulah definisi uang pesangon menurut Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2009. Siapa yang memotong PPh Pasal 21 atas uang pesangon? Saya kira tidak diragukan lagi bahwa pemotongnya adalah pihak yang memberikan uang pesangon. Siapapun! Tapi per definisi bahwa Pemotong PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjarlgan Hari fua, dan Jaminan Hari Tua. Berapa tarif PPh Pasal 21 atas uang pesangon? Sejak Nopember 2009, tarif PPh Pasal 21 sebagai berikut: [1].

BKPM vs DJP

Gambar
Kantor BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal] dan DJP di Jakarta sebenarnya bertetangga. Kalau dari Jalan Gatot Subroto ke arah Grogol, sebelum kantor Bank Mandiri ada belokan ke daerah Widya Chandra [kompleks perumahan menteri. Nah, dari jalan tersebut sebelah kirinya adalah BKPM sedangkan sebelah kanannya adalah DJP. Persis bersebelahan. Tetapi antara BKPM dan DJP dari dulu hingga sekarang ada yang hal yang bertentangan. Yaitu berkaitan dengan tax holiday atau pembebasan pajak bagi Wajib Pajak tertentu. Bagi BKPM, tax holiday adalah perangsang baru investor baru untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Mungkin seperti bumbu penyedap rasa. Karena itu, BKPM sering mengusulkan untuk diadakan tax holiday di Indonesia. Konon kabarnya, di Vietnam, fasilitas tax holiday selama sepuluh tahun bagi industri baru sangat efektif menyedot investor luar negeri. Modal masuk mengalir karena return on investment cukup tinggi di awal-awal pendirian karena tidak dipotong pajak. Ini tentu