Pidana Pajak

Sebenarnya saya menduga bahwa Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan peraturan yang mendefinisikan pidana pajak. Terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-47/PJ/2009 semula saya kira akan memberikan garis pemisah, perbuatan mana saja yang mengharuskan disidik dan tidak. Jika tidak perlu disidik, berarti pemeriksa Bukti Permulaan cukup mengirim risalah temuan kepada KPP terkait.

Dalam prakteknya, banyak PPNS di DJP yang masih belum bisa memisahkan mana pelanggaran administrasi perpajakan dan mana pelanggaran tindak pidana dibidang perpajakan. Hal ini berkaitan dengan sanksi yang harus diterapkan. Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran administrasi perpajakan tentu hanya akan diberi sanksi berupa bunga maksimal 48% dan kepada Wajib Pajak diberikan surat ketetapan pajak [skp]. Sedangkan Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran tindak pidana dibidang perpajakan akan diberikan sanksi penjara dan denda empat kali dari kerugian pada pendapatan negara.

Ternyata setelah saya pelajari, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-47/PJ/2009 tidak memberikan harapan semula. Karena itu saya coba cari : apa yang dimaksud tindak pidana dibidang perpajakan?

Saya mulai dari penjelasan Pasal 38 UU KUP:
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.

Penjelasan berikutnya berbunyi :
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kalimat yang sama tidak ditemukan di penjelasan Pasal 39. Padahal Pasal 38 dan Pasal 39 menyebutkan perbuatan-perbuatan yang termasuk tindak pidana dibidang perpajakan. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan tersebut masih abstrak. Kecuali yang dimaksud di Pasal 39A UU KUP. Saya berikan contoh perbuatan menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap :

Pasal 39 ayat (1) huruf d UU KUP :
Setiap orang yang dengan sengaja: menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Apa yang dimaksud "isinya tidak benar"? Apakah kesalahan menghitung penyusutan termasuk maksud "isinya tidak benar"? Apakah penerbitan skp oleh KPP merupakan bukti SPT yang disampaikan WP tidak benar dan menimbulkan kerugian negara? Padahal banyak skp yang diterbitkan nilainya puluhan milyar rupiah!

Saya sendiri sudah "memilah" bahwa yang termasuk tindak pidana dibidang perpajakan adalah Wajib Pajak yang memotong atau memungut pajak tapi tidak disetor ke Kas Negara, dan Wajib Pajak yang menyembunyikan omset. Akan tetapi tidak serta merta "koreksi omset" akan disidik karena banyak skp yang kurang bayar karena koreksi omset.

Annual Position Papers yang dibuat oleh Kadin meyakini bahwa pernyataan suatu tindak pidana pajak adalah berdasarkan kewenangan pengadilan (pengadilan negeri) bukan Ditjen Pajak. Menurutnya, Ditjen Pajak tidak boleh menggunakan Pasal 13A untuk menerbitkan suatu surat ketetapan pajak kecuali apabila pengadilan telah terlebih dahulu menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan telah melakukan suatu tindak pidana pajak (kelalaian) untuk pertama kalinya.

"Definisi" yang lebih jelas saya kira justru ada di penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU Penanaman Modal. Berikut kutipan lengkapnya :
Yang dimaksud dengan "tindak pidana perpajakan" adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.

Penjelasan ini saya kira lebih mengerucut tentang tindak pidana perpajakan, yaitu Wajib Pajak telah memotong atau memungut pajak orang lain tapi tidak disetorkan kepada Kas Negara.

Prakteknya, terdapat oknum-oknum tertentu [bisa pegawai DJP atau bukan] yang menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak [nitip] tetapi titipan tersebut tidak disetorkan ke Kas Negara. Untuk menipu Wajib Pajak, si oknum kemudian membuat SSP atau SSB palsu. Saya kira perbuatan seperti ini perlu dicantumkan di UU KUP karena bukan perbuatan "memotong atau memungut pajak". Selama ini, perbuatan seperti ini hanya bisa disidik oleh pihak kepolisian karena ranah pidana pemalsuan. Padahal disini ada unsur "kerugian pada pendapatan negara" yang merupakan ciri pidana pajak.

cag.

ini tulisan lama, entah kenapa masuk ke "depan"




Komentar

Joojo mengatakan…
setuju mas........
koreksi jngan hanya dibrlakukan untu WP saja namun juga oknum internal KPP sendiri......

salam hangat
joni
Unknown mengatakan…
Aku ki yo malah jadi tambah bingung to mas ....
jadi gimana dong???
rossi mengatakan…
Saya kurang paham tentang pajak, tapi sekarang baru belajar tentang pajak.
Salam kenal....

Dedy Haryanto
http://bioenergicenter.com/?id=money
Triyono M mengatakan…
Ketidak jelasan kualifikasi tindak pidana di bidang perpajakan akan menyebabkan kriminalisasi yang berlebihan atas pasal-pasal pidana di bidang perpajakan.

Seharusnya perlu disadari bahwa KUP adalah UU administrasi yang berisi aturan pidana,dan bukan merupakan UU Tindak Pidana Perpajakan

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru