Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2009

Pengurangan PBB

Gambar
Salah satu pekerjaan yang paling menyita kepala kantor di DJP adalah permintaan pengurangan PBB oleh Wajib Pajak. Tidak heran karena Subjek Pajak PBB jauh lebih banyak daripada subjek pajak yang memiliki NPWP. Subjek pajaknya mulai para pensiunan sampai perusahaan dan orang kaya. Pembayar PBB jauh lebih beragam. Semua permintaan pengurangan, mulai dari puluhan ribu rupiah sampai jutaan harus dilayani [mungkin yang milyaran rupiah jumlahnya tidak terlalu banyak]. Bagi "para pihak" yang ingin mengajukan pengurangan PBB silakan perhatikan Peraturan Dirjen Pajak No. PER - 46/PJ/2009 . Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan peraturan lebih lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.03/2009 . Catatan terdahulu tentang pengurangan PBB ada tiga yaitu : [1] tanggal 12 Juli 2009 Pengurangan PBB [2] tanggal 10 Maret 2008 Pengurangan PBB [3] tanggal 27 Mei 2007 masih pengurangan PBB, dan [4] tanggal 10 Maret 2008 khusus pengurangan denda PBB. silakan

Penghentian Penyidikan

Gambar
Secara umum, proses penyidikan dapat dihentikan dengan alasan : [1] tidak terdapat cukup bukti; [2] peristiwanya telah daluwarsa; [3] tersangka meninggal dunia; [4] nebis in idem. Tetapi khusus penyidikan yang dilakukan olen PPNS di DJP ada dua tambahan lagi alasan proses penyidikan dapat dihentikan, yaitu: [5] bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, dan [6] kepentingan penerimaan negara. Penghentian penyidikan dengan alasan "kepentingan penerimaan negara" diatur secara khusus di Pasal 44B UU KUP. Berikut bunyi lengkap Pasal 44B UU KUP [amandemen 2007]: (1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. (2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kur

Kontra Intelijen

Gambar
Konon kabarnya, suatu waktu Dit. Inteldik akan melakukan penyidikan terhadap satu Wajib Pajak. Sebelum proses penyidikan, tentu saja dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan. Tetapi sebelum dilakukan pemeriksaan, dikirimlah tim intelijen untuk mencari informasi: [1] Gambaran dan peta lokasi Wajib Pajak, [2] Aktivitas bisnis, [3] Orang-orang yang dianggap "kunci", [4] Tempat dokumen disimpan Pada waktu melakukan kegiatan intelijen, terdapat tanda-tanda bahwa Wajib Pajak tersebut sudah mengetahui bahwa dia akan diperiksa oleh kantor pajak. Dokumen-dokumen Wajib Pajak sudah "diamankan" di suatu tempat yang belum diketahui. Ini artinya, rencana pemeriksaan sudah bocor. Jika pemeriksaan Bukti Permulaan diteruskan, maka ada kekhawatiran dokumen yang penting tidak ditemukan [sekedar tambahan: dokumen sama dengan barang bukti]. Tanpa dokumen [barang bukti], tidak mungkin dilakukan penyidikan. Rencana pemeriksaan sudah bocor? Ini berarti ada orang-orang yang memberikan

Politik NPWP

Gambar
Konon kabarnya, suatu waktu di awal tahun 2000an, Dirjen Pajak "kena" sentil para politisi di Senayan. Saya yakin politisi tersebut tidak mengerti perpajakan. Tetapi supaya tetap dapat mengeluarkan kritikan kepada DJP, maka "ditembak lah " masalah jumlah NPWP. Waktu itu memang NPWP yang sudah terdaftar masih sekitar dua jutaan. Angka dua juta tentu sangat kecil dibandingkan dengan jumlah pendudukan Indonesia. Sehingga "ditembak lah " Pak Dirjen Pajak. Kira-kira begini kritikan yang dilontarkan anggota dewan yang terhormat, "Ngapain saja sih kerja DJP? Masa Wajib Pajak yang terdaftar cuma 1% dari jumlah penduduk?" Ya, tentu saja yang dimunculkan adalah angka 1% dibandingkan dengan jumlah pegawai DJP yang mencapai tiga puluh ribuan. Karena itu, kemudian DJP memiliki "proyek" jumlah Wajib Pajak terdaftar [yang memiliki NPWP] sebanyak sepuluh juta. Bahkan untuk mencapai target tersebut, NPWP ditetapkan secara jabatan. Penetapan NPWP te