Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2009

Pasal 8 ayat (3)

Gambar
Dilihat dari redaksional, antara Pasal 8 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2000 dengan UU No. 28 Tahun 2007 tidak banyak perbedaan. Mungkin perbedaan yang paling jelas adakan sanksi yang turun 50% yaitu dari 200% di UU No. 16 Tahun 2000 menjadi 150% di UU No. 28 Tahun 2007. Supaya lebih jelas, saya kutip saja secara berurutan : Pasal 8 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2000 [KUP 2000]: Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar. Pasal 8 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2007 [KUP 2007]: Walaupun

Pasal 13A

Gambar
Sekitar pertengahan tahun 2007, ada sosialisasi kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan. Walaupun secara DJP dua jenis pekerjaan tersebut tidak asing lagi, tetapi sejak modernisasi DJP maka ada perubahan paradigma. Sebagai contoh : kabarnya [saya sendiri tidak mengalami] kalau di kantor pusat DJP, khususnya Direktorat P4 waktu itu, bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan itu adalah pemeriksaan yang usulnya berasal dari Subdit Penyidikan. Kalau dari Subdit Pemeriksaan, ya bentuknya pemeriksaan khusus. Selain itu, praktek dilapangan, Pemeriksaan Bukti Permulaan itu seringkali dijadikan “macan ompong” untuk menakut-nakuti Wajib Pajak supaya lebih “takut”. Bahkan tidak sedikit jika Pemeriksaan Bukti Permulaan berasal dari pemeriksaan biasa, tapi karena Wajib Pajak tidak ditemukan, maka ditingkatkan di Pemeriksaan Bukti Permulaan. Hasil dari Pemeriksaan Bukti Permulaan pada waktu itu ya .... sama saja dengan pemeriksaan khusus atau pemeriksaan kriteria seleksi, yaitu surat keteta

Alpa Pertama Kali

Gambar
Ada pepatah, seekor keledai tidak akan jatuh pada lubang yang sama. Saya kira pada pepatah ini, keledai dicitrakan seekor binatang yang bodoh atau dungu. Dan jatuh disini tentu saja bukan jatuh yang disengaja. Seekor binatang yang dungu sekalipun tidak akan pernah berbuat kesalahan [yang sama] dua kali yang tidak disengaja. Kira-kira begitu pengertiannya. Alpa adalah sesuatu yang tidak disengaja. Dalam bahan UU KUP kata alpa artinya bertolak belakang dengan sengaja. Silakan perhatikan Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP [khususnya amandemen 2007]. Supaya lebih jelas, saya kutip kedua pasal tersebut : Pasal 38 UU KUP : Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana d