Pengecualian PPh Pasal 23

Pasal 23 ayat (4) UU PPh 1984, berbunyi :
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas :
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f;
d. bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j;
e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
g. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.


Ada dua tafsir yang berkaitan dengan huruf “a.” diatas, yakni melihat pada usaha bank dan melihat pada institusi bank. Pendapat pertama memandang bahwa yang dikecualikan oleh Pasal 23 ayat (4) UU PPh 1984 tersebut adalah penghasilan usaha bank. Tafsiran ini sejalan dengan tafsiran objek PPN yang dikecualikan. Memang, untuk PPN, hanya usaha-usaha perbankan saja yang dikecualikan. Jika bank melakukan usaha diluar core perbankan maka atas usaha tersebut dikenakan PPN.

Pendapat kedua, bahwa yang dikecualikan oleh Pasal 23 ayat (4) UU PPh 1984 tersebut adalah setiap penghasilan yang diterima oleh bank. Dengan demikian, apapun penghasilan yang diterima institusi perbankan baik dari usaha perbankan maupun bukan dari usaha perbankan maka tidak boleh dipotong PPh Pasal 23. Intinya, badan usaha bank tidak akan memiliki kredit pajak PPh Pasal 23. Apapun usahanya! Dan, penulis blog ini, memegang pendapat kedua ini.

Berbeda dengan huruf “a” maka pada huruf “b” diatas, yang diatur adalah jenis penghasilan. Saya kutif kata-katanya “sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi”. Jelas yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah jenis penghasilan sewa capital lease!

Pasal 4 ayat (3) UU PPh 1984 mengatur tentang penghasilan yang bukan objek pajak. Dengan demikian, jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 ayat (4) huruf c, d, dan, e UU PPh 1984 adalah :

dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;

bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;

bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

Maksud Pasal 23 ayat (4) huruf f UU PPh 1984 diatas sudah jelas. Semua SHU bebas pemotongan PPh Pasal 23. Sedangkan bunga simpanan dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya, dibatasi sampai dengan Rp.240.000 per bulan. Diatas Rp.240.000 per bulan dikenakan PPh Pasal 23 Final.

Komentar

Anonim mengatakan…
bagaimana dengan pembelian nasi bungkus di rumah makan senilai Rp. 500.000,- apa dikenakan pph pasal 23 ? dan juga sewa meja untuk acara seharga Rp.350.000,- apa dikenakan pph pasal 23...? trims
Raden Agus Suparman mengatakan…
nasi bungkus bukan objek PPh Pasal 23
Anonim mengatakan…
jadi yang bukan termasuk pasal 23 apa saja
Raden Agus Suparman mengatakan…
yang bukan objek pasal 23 adalah jasa-jasa yang TIDAK disebutkan di Pasal 23 UU PPh dan PMK-244
Anonim mengatakan…
pembelian nasi bungkus senilai Rp. 3.000.000 apa kena PPh pasal 22?
Raden Agus Suparman mengatakan…
emang nasi bungkus buat siapa ko banyak amat?

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru