Subjek Pajak

Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.

Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
b. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
d. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
e. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian ‘badan’ adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapu n, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, erkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, embaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

Setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak.

Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:
a. dibentuk berdasarkan peraturan perundang -undangan yang berlaku; dan
b. dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; dan
c. penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan
d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Subjek Pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
b. orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
d. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
e. orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
f. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bentuk usaha tetap / BUT ( permanent establishment ) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
h. perikanan, peternakan, p ertanian, perkebunan, atau kehutanan;
i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut:

a. Wajib Pajak dalam negeri :
1). dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
3). wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

b. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT :
pemenuhan kewajiban perpajaka nnya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

c. Wajib Pajak luar negeri non -BUT :
1). dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3). tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Kapan bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ?
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri: (a) dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia; (b) berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2. Wajib Pajak badan dalam negeri: (a) dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; (b) berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi: (a) dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut; (b) berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
4. Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT: (a) dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT; (b) berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT.
5. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan luar negeri non-BUT: (a) dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia; (b) berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

Posting lebih baru tentang subjek pajak silakan klik di
1. Siapa Subjek Pajak?
2. Subjek Pajak Dalam Negeri

Komentar

Anonim mengatakan…
Dear All,

Ada beberapa hal yang perlu konfirmasi:
1. Kalau ada orang yang kerja di luar negeri dengan gaji yang didapat tidak ada hubungannya dengan Pemerintah RI, apakah dia akan kena pajak ??
2. Kalau kirim uang dari luar negeri ke Indonesia apakah harus ada catatan perpajakannya dulu ?
3. Adakah ketentuan untuk besar jumlah pengiriman ??

Terima kasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
Jika kita punya penghasilan dari LN tetapi kita tinggal (berdomisili) di Indonesia maka atas penghasilan tersebut tetap harus dilaporkan di SPT dan dikenakan ketentuan UU PPh 1984. Tentang kiriman uang saya masih awam.
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

Melanjutkan pertanyaan dari sdr. Mochtar, bagaimana dengan WNI yang bekerja di luar negeri yang otomatis tidak tinggal secara permanen atau berdomisili di Indonesia dan tentunya penghasilan juga bukan berasal dari Indonesia, pertanyaannya;
1. Peraturan manakah yang mengharuskan WNI tsb membayar pajak penghasilan?
2. Haruskah WNI tersebut menyampaikan SPT sementara yang bersangkutan tidak berada di Indonesia.
3. Dan bagaimana mana statusnya sbg wajib pajak bila yang bersangkutan berstatus permanent resident di negara dimana dia bekerja.


Terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Subjek pajak luar negeri tidak memiliki kewajiban perpajakan kecuali jika subjek pajak luar negeri tersebut mendapatkan penghasilan dari Indonesia. Kata kuncinya adalah permanen. Kata-kata yang dipakai oleh undang-undang perpajakan adalah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu. Subjek pajak dalam negeri yang meninggalkan indonesia secara permanen secara otomatis menjadi subjek pajak luar negeri. Kata-kata permanen bisa dimaksudkan : lebih dari 183 hari di Luar Negeri, atau memang untuk selamanya tinggal di Luar Negeri.
Anonim mengatakan…
Wah mas ... mbulet juga nih jawabannya ...

Menyambung pertanyaan pak Muhtar dan Lionel ...

Kalau kita tinggal di luar negri lebih dari 183 hari, sudah bayar pajak di luar negri, dan Nol penghasilan dalam negri ... apakah masih perlu bayar pajak di indonesia ? Kalau Ya/Tidak , mohon di kasih undang2nya.

Terima kasih mas ...

Wassalam
Raden Agus Suparman mengatakan…
Kalau gitu langsung aja deh. Jawabannya "TIDAK". Tinggal di LN lebih dari 183 berarti sudah bukan "Penduduk Indonesia" versi UU PPh. Tentang subjek pajak, diatur di Pasal 2 UU PPh 1984.
Anonim mengatakan…
Menarik...
Dokumen-dokumen apakah yang harus dilampirkan untuk menunjukkan bahwa kita tinggal diluar negeri lebih dari 183 hari? Dan kapan disampaikan ke kantor pajak?sebelum keberangkatan?
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

Terimakasih atas jawaban sebelumnya.

Masih ada pertanyaan lagi nih, bagaimana dengan penentuan jumlah hari berada di luar negeri bagi WNI pemegang PR Malaysia yang bekerja di daerah perbatasan yaitu di Kalimantan dimana yang bersangkutan berangkat kerja, hari senin pagi (jam 6 pagi), dan kembali ke Indonesia Jumat malam (jam 8 malam)karena kerjanya 5 hari dalam seminggu.

Seperti yang kita ketahui, 1 minggu ada 7 hari, dan WNI tersebut berada & bekerja di luar negeri selama 5 hari.

Mohon pencerahannya, dan terimakasih.
Raden Agus Suparman mengatakan…
untuk anonymous : bukti bahwa kita tinggal di LN bisa berupa passport dan KTP (atau yang sejenis dengan KTP). Pokoknya ID card bahwa kita tinggal di LN bukan di Indonesia. Disampaikan ke KPP bilamana diperlukan, tetapi lebih cepat akan lebih baik.
Raden Agus Suparman mengatakan…
untuk Lionel : PR Malaysia itu apaan yah? Jika ke Malaysia hanya untuk kerja (Senin - Jum'at), tetapi Sabtu - Minggu di Indonesia berarti orang tersebut masih penduduk Indonesia. Kalau begini statusnya tetap sebagai penduduk Indonesia karena masih tinggal di Indonesia, punya rumah di Indonesia, dan di LN hanya untuk kerja. Berbeda dengan TKI dan TKW yang tinggal di LN.
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

PR Malaysia itu maksudnya status permanent resident di Malaysia yang memperbolehkan orang yang memegang status tersebut tinggal dan bekerja dengan bebas tanpa dibatasi oleh berapa lama tinggal di sana dimana hal itu didukung oleh ID card yang dikeluarkan oleh pemerintah Malaysia.

Kalau dihitung jumlah harinya WNI tersebut tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 1 periode fiskal, dan bagaimana mengenai hal ini Pak?

Terimakasih atas pencerahannya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Penyelesaian masalah dual residence ini dilakukan berdasarka a tie breaker rule yang terdiri dari beberapa kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan (sequency) artinya apabila kriteria pertama tidak dapat memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria kedua dan seterusnya. Kriteria dimaksud adalah [i] tempat tinggal tetap (permanent home) yaitu tempat dimana Wajib Pajak tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of permanence; [ii] pusat kepentingan (centre of vital interest) yaitu tempat dimana hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi berada; [iii] kebiasaan berdiam (habitual abode); [iv] status kewarganegaraan (nationality) Wajib Pajak; [v] prosedur kesepakatan (mutual agreement procedure) yaitu prosedur kesepakatan antara kedua otoritas pajak dari masing-masing negara. Terima kasih.
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

Terimakasih atas penjelasannya.


Regards,
Anonim mengatakan…
Saya ingin bertanya mengenai pajak atas kerja diluar negeri.
Kalau saya menerima gaji dari Perusahaan di jakarta dari bulan Jan - April 2007 dan kemudian pindah kerja diluar negeri dan mendapatkan gaji dari bulan Mei - December 2007. Apakah saya perlu melaporkan gaji luar negeri di SPT tahunan saya. Untuk informasi saya akan kerja diluar negeri selama 2 tahun dari 1 May 2007 - 30 April 2009. Saya juga memiliki tax ID dan residence permit di negara tersebut. Terima kasih atas jawabanyya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Karena UU PPh 1984 tidak mengenal kewarganegaraan maka sejak pindah ke LN maka statusnya jadi WPLN. Jadi yang dilaporkan hanya sampai April 2007. Silakan minta "penon-aktifan ke KPP setempat setelah menyampaikan SPT Tahunan. Status WP NE (non efektif) seperti "mati suri" dan sewaktu-waktu bisa diaktifkan. Terima kasih.
Anonim mengatakan…
Pak Raden,
Terima kasih atas penjelasannya.

Pr1ce2005
maling_sandal mengatakan…
Blog yang sangat menarik ...
Terima kasih sekali atas pencerahannya pak Raden. Sukses selalu ...
Anonim mengatakan…
Hi Pak Raden,

Saya sudah banyak baca blog soal pajak... kayaknya yang paling akurat Info adalah blog anda...
Banyak dari blog lain yang rancu masalah subyek pajak dalam negeri and subyek pajak luar negeri...

OK, pertanyaan saya..
kalo kerja di Indo january sampai september 2007. Trus kerja di luar negeri itu October 2007 sampai sekarang... lapoaran pajak tahun 2007 gimana? Soalnya kalo berdasarkan peraturan, itu lebih dari 183 di Indo. Thanks...
Anonim mengatakan…
Pak, UU pajaknya salah tahunnya tuh bukan 1984 tapi yang benar 1983, pantes saya cari di www.pajak.go.id gak ketemu. Lengkapnya adalah UU No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, dan sudah diubah tiga kali, yang terakhir adalah Undang-Undang No. 17 TAHUN 2000, Tgl.02 Agustus 2000 dimana disitu dijelaskan tentang subjec pajak yg menyinggung tentang syarat 183 hari tinggal. Semoga menjadi jelas.
Anonim mengatakan…
Pak Raden,

Saya tertarik dg topik "Tinggal di LN lebih dari 183 berarti sudah bukan "Penduduk Indonesia" versi UU PPh. Tentang subjek pajak, diatur di Pasal 2 UU PPh 1984.", sehingga tidak di kenakan pajak untuk penghasilan yang didapatkan dari luar indonesia. Saya mempunyai beberapa pertanyaan mengenai hal tersebut :
1. Mengingat Pasal 2 UU PPh 1984 sudah cukup lama, apakah peraturan itu masih berlaku sampai saat ini?
2. tinggal dluar negeri lebih dari 183 hari dalam 1 th, apakah harus terus menerus atau akumulatif?
3. Saya kerja di Abu Dhabi, dg jadwal 8 minggu kerja:4 minggu off di indonesia, dan saya berdomisili di indonesia, secara akumulatif saya berada di LN lbh dr 183 dalam 1 th, apakah dalam hal ini saya harus melaporkan dan membayar pajak di indonesia ?
Anonim mengatakan…
Pak Raden,

Berdasarkan Pasal 2 UU PPh 1984, Indonesia membangun yurisdiksi pemajakan berdasarkan dua kaitan fiskal (fiscal allegiance) yaitu: subjektif dan objektif.

Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau domisili, keberadaan, atau niat bertempat tinggal di Indonesia. Ketiga syarat ini merupakan cara pengujian, dimanakah seseorang berdomisili.

Kepastian domisili ini sangat penting karena berkaitan dengan hak pemajakan berdasarkan asas domisili. Asas domisili yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang menentukan bahwa negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan lebih berhak mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang berasal dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada di dalam negeri maupun di luar negeri.

Ditinjau dari kalimat di atas, WNI yang bekerja di LN dan masih berniat kembali ke RI (untuk pensiun, dll) berarti masih dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dong? Dan harus bayar pajak.

Mohon diterangkan lebih lanjut.
Anonim mengatakan…
"Kata-kata permanen bisa dimaksudkan : lebih dari 183 hari di Luar Negeri, atau memang untuk selamanya tinggal di Luar Negeri"

tapi kayaknya kalo kita liat UU PPh 1991, disitu ada revisi dari UU PPh th 1984

"(1)Kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya"

disini bisa diartikan oleh petugas pajak bahwa selama kita masih meemgang paspor indonesia dan punya KTP kita tetap sebagai subyek pajak dalam negeri

dan ada teman saya yg mengalaminya, bagaimana itu bos ?

hatur nuhun
Anonim mengatakan…
Pak Raden,

Terima kasih karena telah meluangkan waktu membuat blog yang sangat berguna ini. Saya ada satu pertanyaan:
Bagaimana kalau saya tinggal dan kerja di luar negeri tetapi saya memiliki pendapatan di Indonesia juga seperti hasil menyewakan rumah. Apakah saya harus melaporkan pendapatan dalam negri dan luar negeri saya, atau hanya yang dalam negeri saja? Apakah pendapatan luar negeri saya kena pajak juga?
Raden Agus Suparman mengatakan…
kalo kerja di Indo january sampai september 2007. Trus kerja di luar negeri itu October 2007 sampai sekarang... lapoaran pajak tahun 2007 gimana? Soalnya kalo berdasarkan peraturan, itu lebih dari 183 di Indo.

Status WPDN hanya sampai September 2007. Jika kerja di LN dan berdomisili di sana bersifat permanen maka sejak Oktober 2007 statusnya berubah jadi WPLN. Penghasilan yang dilaporkan di tahun 2007 adalah Januari s.d. September 2007.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Pak, UU pajaknya salah tahunnya tuh bukan 1984 tapi yang benar 1983, pantes saya cari di www.pajak.go.id gak ketemu. Lengkapnya adalah UU No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, dan sudah diubah tiga kali, yang terakhir adalah Undang-Undang No. 17 TAHUN 2000
Undang-undang perpajakan memang diundangkan tahun 1983 tapi berlaku mulai sejak 1 Januari 1984. Nama UU PPh 1984 dari UU No. 7 tahun 1983, dan UU No. 7 1983 tidak pernah dicabut, hanya dirubah. Silakan periksa kembali bagian akhir UU No. 7 tahun 1983.
Raden Agus Suparman mengatakan…
1. Mengingat Pasal 2 UU PPh 1984 sudah cukup lama, apakah peraturan itu masih berlaku sampai saat ini?
2. tinggal dluar negeri lebih dari 183 hari dalam 1 th, apakah harus terus menerus atau akumulatif?
3. Saya kerja di Abu Dhabi, dg jadwal 8 minggu kerja:4 minggu off di indonesia, dan saya berdomisili di indonesia, secara akumulatif saya berada di LN lbh dr 183 dalam 1 th, apakah dalam hal ini saya harus melaporkan dan membayar pajak di indonesia ?

UU PPh 1984 telah dirubah pada tahun 1991, 1994, dan 2000. Tentang pennyebutan ini telah saya bahas di http://pajaktaxes.blogspot.com/2008/01/uu-kup-2007.html Dan pembahasan di atas menggunakan ketentuan terakhir sesuai tahun berlakunya UU PPh 1984 :D
Untuk dual resident silakan ukur sendiri dengan menggunakan a tie breaker rule. Sudah dijelaskan diatas [komentar]
Raden Agus Suparman mengatakan…
WNI yang bekerja di LN dan masih berniat kembali ke RI (untuk pensiun, dll) berarti masih dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dong? Dan harus bayar pajak.

Kalau masih NIAT belum menjadi subjek pajak DN kecuali sudah tinggal di Indonesia walaupun baru sehari tapi untuk selamanya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Bagaimana kalau saya tinggal dan kerja di luar negeri tetapi saya memiliki pendapatan di Indonesia juga seperti hasil menyewakan rumah. Apakah saya harus melaporkan pendapatan dalam negri dan luar negeri saya, atau hanya yang dalam negeri saja? Apakah pendapatan luar negeri saya kena pajak juga?

Jika tinggal dan kerja di LN maka status WPLN. Karena status WPLN maka yang dilaporkan hanya pendapatan dari Indonesa saja. WPLN tidak memiliki kewajiban punya NPWP kecuali BUT.

Sekali lagi saya tegaskan bahwa penyebutan UU PPh 1984 berdasarkan Pasal 36 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983. Dan penyebutan UU PPh 1984 berlaku juga untuk UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000 . Tergantung kapan kita berada [tahun pajak] karena Pasal 36 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 tidak pernah dirubah atau direvisi. Masih berlaku sampai sekarang. Hanya saja tidak populer :D
Anonim mengatakan…
Mengenai unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria sebagai "bukan subyek pajak", persisnya ketentuan perpajakan mana yang memuat statement tersebut, mohon bantuannya saya memerlukan sekali.

Apabila unit/badan pemerintah memenuhi kriteria sbg bukan subyek pajak, automatically bukan PENGUSAHA KENA PAJAK? ada ketentuannya?

Apakah Badan milik pemerintah yang penghasilannya diperlakukan sebagai PNBP adalah PKp, yang pada akhirnya boleh menerbitkan Faktur Pajak ? ( tolong disukung dengan ketentuannya)

Terimakasih. Saya menunggu jawabannya segera
Anonim mengatakan…
Pak Raden,

Apakah badan?lembaga pemerintah yang bukan subyek pajak automatically bukan pengusaha kena pajak ?, sehingga setiap badan?lembaga tersebut tidak memungut ppn atas jasa yang diserahkan? trimakasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
Pemerintah bukan subjek pajak. Kenapa? Karena pemerintah yang memungut pajak. Jika pemerintah ditetapkan sebagai subjek pajak maka pemerintah harus memungut PPh atas dirinya sendiri. Tentu ini kesia-siaan. Saya mengambil pajak atas penghasilan saya [dan pajak itu] untuk penghasilan saya. Bingung kan?

Pemerintah tentu bukan pengusaha karena itu tidak bisa pemerintah menjadi PKP [pengusaha kena pajak]. Pemerintah beda dengan bendahara pemerintah. Bendahara pemerintah berdasarkan peraturan WAJIB memungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 4 (2) [sering disebut potput] dan PPN.

Pekerjaan bendahara pemerintah seperti ini merupakan pekerjaan 'mengambil' pajak orang lain. Bukan mengambil pajak dirinya sendiri. Semoga menjadi jelas.
Anonim mengatakan…
Pak raden

Saya skrg bekerja di luar negeri ( singapura ). dan saya sudah punya NPWP sebelum saya kesini krn dibuatkan perusahana terakhir saya pada tahun 2007. Saya sudah bertanya2 dan secara umum ada yg bilang kalo selama anda adalah WNI , anda adalah subject pajak dalam negeri. Bila saya baca dr blog anda, krn saya lebih dr 183 hari berada di luar Indonesia, maka saya termasuk subject pajak luar negeri.

Setelah membaca blog ini, saya bertanya pada 2 orang konsultan pajak yg berbeda. 2 2 nya mengatakan bahwa saya tetap harus membayar pajak selisih kepada pemerintah Indonesia. Saya menjelaskan ttg perihal asas domisili 183 hari ini kepada mereka dan mereka tetap mengatakan bahwa saya adalah subyek pajak dalam negeri. Krn hal ini saya menjadi bingung krn konsultan pajak mengatakan hal yg berlawanan dgn yg anda tulis.

dan juga pertanyaan lain, misalkan saya membawa semua uang yg saya dapatkan dr luar negeri misalkan untuk membeli rumah, apakah akan ditanyakan dr mana uang tersebut berasal, krn bila sesuai dgn blog pak raden, kita tidak perlu melaporkan penghasilan kita tp tiba2 petugas pajak melihat kita punya uang untuk membeli rumah tp melaporkan pajak nihil ( dgn catatan gak punya penghasilan dr dalam negeri sama sekali )?

terima kasih
Anonim mengatakan…
Trimakasih Pak raden. Saya konfirmasil sekali lagi, karena badan/lembaga pemerintah bukan subyek pajak/dan non PKP, atas jasa yang diserahkan oleh badan/lembaga pemerintah ke pihak ke tiga tidak dipungut PPN? (karena badan/lembaga pemerintah tsb tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak). Mekanisme PPNnya oleh pihak ketiga seluruhya akan melalui pajak keluarannya? Trimakasih
Raden Agus Suparman mengatakan…
UU PPh sejak kelahirannya sampai sekarang tidak menganut citizenship principle. Saya tidak tahu apa dasar para konsultan tersebut. Residence principle sudah jelas diatur di Pasal 2 UU PPh.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Mohon lebih diperjelas lembaga pemerintah mana yang 'menerima imbalan' atas kegiatan pemerintahan! Salah satu ciri lembaga pemerintah adalah atas kegiatannya dibiayai oleh APBN atau APBD. Saya pikir jika memungut biaya untuk kegiatan dirinya, itu mah lembaga swasta.
Anonim mengatakan…
Pak Raden,
Ada hal yang mengganjal saya tentang 183 hari tinggal di luar negeri sehingga kita bisa diklasifikasikan sebagai "bukan wajib pajak". 183 hari ini maksudnya harus tinggal selama 183 hari / lebih berturut-turut di luar negeri tanpa kembali ke indonesia selama waktu itu atau bisa akumulasi tinggal di luar negeri selama 1 tahun lebih dari 183 hari. Saya bekerja di luar negeri dengan schedule 6:3. Maksudnya 6 minggu di luar negeri dan 3 minggu kembali dan tinggal di indonesia. Dalam setahun kalo diakumulasi bisa 243 hari di luar negeri dan 121 hari di indonesia. mohon dijelaskan. Trims
Raden Agus Suparman mengatakan…
Persyaratan 183 hari baik di LN maupun di DN merupakan jumlah akumulasi selama 12 bulan. Tidak harus berturut-turut. Kalau 183 hari berada di Indonesia maka subjek pajak dalam negeri. Sebaliknya jika 183 hari di luar negeri maka subjek pajak luar negeri.
Anonim mengatakan…
Pak Raden yth,

saya kerja dan mendapat penghasilan di LN.. saya berada di LN lebih dari 183 hari dalam setahun, tetapi saya punya rumah di indo dan keluarga saya pun tinggal di indo, setiap bulannya saya pulang ke indo walaupun dalam setahun tidak pernah lebih dari 183 hari... nah, pertanyaan saya adalah sbb:
1. Apakah saya termasuk WPLN ato WPDN? karena saya jadi bingung dengan adanya 'a tie breaker rule' yang harus dipertimbangkan untuk menentukan hal ini.
2. Apakah saya perlu membuat NPWP agar saya nanti tidak perlu bayar fiskal di tahun 2009 bila saya berangkat/kembali ke tempat kerja dari indonesia?
3. Bila saya tidak harus membuat NPWP, apakah saya wajib melapor ke KPP?
Raden Agus Suparman mengatakan…
1. WPLN
2. Silakan saja tetapi seseorang yang memiliki NPWP memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh OP. Selain itu, syarat memiliki NPWP adalah memiliki KTP. Jika memiliki KTP, nanti korang pajak menganggap berdomisili di DN sehingga statusnya menjadi subjek pajak dalam negeri [WPDN].
3. Wajib lapor jika memiliki penghasilan dari Indonesia [asas sumber].
Anonim mengatakan…
Thanks Pak raden atas jawabannya.
Kesimpulan yang saya tangkap dari penjelasan bapak adalah: Saya ngga perlu bikin NPWP.

Yakin nih ga illegal? sebenernya ada konsekwensi hukumnya ga bagi seseorang yang tidak memiliki NPWP selain ga dapet korting pph?
Raden Agus Suparman mengatakan…
Benar, saran saya tidak perlu bikin NPWP. Kecuali jika keluarga yang berada di Indonesia memiliki penghasilan lain. Salah seorang keluarga memiliki penghasilan yang berasal dari Indonesia bisa menjadikan subjek pajak dalam negeri karena keluarga merupakan satu entitas.

Contoh, kita memiliki kebun / sawah yang menghasilkan. Tidak peduli hasil tersebut dijual atau dikonsumsi sendiri, maka kantor pajak memiliki alasan bahwa ybs berdomisili dan memiliki penghasilan di Indonesia.
Anonim mengatakan…
Wah?! jadi gimana dong? emang ada pasalnya ya pak bahwa "Salah seorang keluarga memiliki penghasilan yang berasal dari Indonesia bisa menjadikan subjek pajak dalam negeri karena keluarga merupakan satu entitas"?

saya jadi bingung.. istri saya memang kerja di indonesia dan punya NPWP... sedangkan saya kan di LN... apa ga mungkin suami WPLN dan istri WPDN?

Thanks
Raden Agus Suparman mengatakan…
Keluarga sebagai satu entitas bisa dibaca dibagian penjelasan Pasal 8 UU PPh 1984. Berikut bunyi lengkapnya,"Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah."

lebih lengkap bisa diunduh UU PPh-nya diatas menu labels.
Anonim mengatakan…
Pak raden, saya sangat setuju mendengar pemaparan bapak ttg tinggal di LN > 183 hari lsg menjadi subyek pajak luar negeri

sekarang saya bekerja di singapura. Dan kemarin pada tanggal 19 november 2008 di KBRI singapura diadakan seminar ttg pajak.

Para narasumber bisa dilihat di sini

http://ekonomidanpajak.blogspot.com/

Masalahnya sang narasumber Ditjen pajak , dia menegaskan kalo kita semua yang hadir di sana mau bagaimanapun tetap adalah subyek pajak DN, kecuali kalo kita mempunya SKD ( surat ketetapan domisili ) . Kita semua yang hadir malah semakin pusing karena belum pernah mendengar ttg SKD ini. Apakah SKD ini jelas2 tercantum dalam undang2 pak ?.

terima kasi
Anonim mengatakan…
Pak Raden,
Bila BUT membeli peralatan dari perusahaan luar negeri yang non-BUT, pajak apa saja yang harus dipungut atau distor ke Pemerintah dan berapa besarannya untuk pernagkat lunak (software) dan keras (hardware. APkah pungutan ini final?
Terima kasih,
Kuria
Anonim mengatakan…
Saya hari ini baru saja menelpon langsung call center ditjen pajak jakarta = 021-500200, terus saya tanya = apa kita WNI di spore masuk SPLN/WPLN atau SPDN/WPDN, terus dia jawab pake jawaban "copy-paste" = SPLN/WPLN kalo tinggal di spore >183 hari dalam setahun.

Namun ketika saya tanya, la terus kemarin pejabat ditjen pajak ada datang ke kbri spore utk seminar kok ngomongnya kita2 WNI di spore adalah SPDN/WPDN ? Terus baru operator call centernya "ngaku" bahwa memang area ini grey, bisa ditafsirkan macam2 karena kata "niat" yang ambiguous. Dia suruh saya telpon ke departemen yang responsible soal peraturan perpajakan internasional & tax-treaty untuk lebih jelasnya = Sub Direktorat Perjanjian & Kerjasama Perpajakan Internasional. Jadi ini udah "sarangnya" yg responsible for tax-treaty2 indo dgn negara lain dan yg "menggodok" peraturan pajak soal SPLN/WPLN/SPDN/WPDN.

Intinya jawaban mereka gini =Ngga peduli anda mau setaun penuh 365 hari menetap di Spore ngga pernah pulang ke indo, anda akan MASIH TETAP DIANGGAP sebagai SPDN/WPDN kalo anda =

1). anak/istri berada di Indo ATAU
2). punya tabungan/deposito/saham/produk investasi/usaha/bisnis/segala macam objek pajak yg bisa hasilkan duit di Indo atas nama lu/istri lu/anak lu ATAU
3). punya/kontrak rumah atas nama lu/istri lu ATAU
4). anda/istri lu/anak lu berada di Indo lebih dari 183 hari.

Hanya jikalau =

1). anakistri tinggal ama lu di Spore lebih dari 183 hari DAN
2). anda TIDAK punya tabungan/deposito/saham/produk investasi/segala macam objek pajak yg bisa hasilkan duit di Indo atas nama lu/istri lu/anak lu DAN
3). lu TIDAK punya/kontrak rumah atas nama lu/istri lu di Indo DAN
4). lu/istri lu/anak lu TIDAK punya bisnis/usaha/apapun juga yang bisa hasilkan duit di Indo, maka anda BARU BISA dikategorikan sebagai SPLN/WPLN.

Ingat jawaban "copy-paste" pengaduanpajak@gmail = anda SPLN jika anda di luar negri lebih dari 183 hari KECUALI KALO DIATUR LAIN DI TAX-TREATY. Dan Tax Treaty ngomong = anda tax residence Indonesia jika anda punya rumah di Indo ATAU jika punya kepentingan ekonomi (bisnis/tabungan/usaha/deposito/saham dll..) yg lebih "kuat" di Indo ATAU punya kepentingan personal (istri/anak masih di Indo ) yg lebih "kuat" di Indo.

Jangan terlalu berharap sama peraturan " > 183 hari di luar negri maka SPLN/WPLN". Jadi kalo misalnya menurut penjelasan di atas anda adalah SPDN/WPDN maka anda MAU TIDAK MAU WAJIB punya NPWP, tidak bisa lari. Kalo anda masih nekat ngga mau punya NPWP, lebih baik jangan pulang ke indo karena pasti dipalakin/dikerjain di Airport. Kalo cuman dipalak mah masih oke, tapi kalo waktu lu mau bayar fiskal/ngurus bebas fiskal di airport ditanyain NPWP lu ngomong ngga punya, lalu di sono udah ada petugas pajak dan polisi buat tangkap lu, lu bisa apa ?

Satu lagi soal peraturan "> 183 hari" ini lebih dimaksudkan/ditujukan bagi

1). WNA yg tinggal di Indo musti bayar pajak Indo sebagai WPLN atau WPDN DAN
2). WNI yg tinggal di Spore musti bayar pajak Spore sebagai Tax Resident spore atau Foreigner.

Soal COR, tidak bisa buat bebas fiskal. Hanya NPWP yang bisa buat bebas fiskal. Soal bebas fiskal 4X setahun, belum tahu mau dihapuskan atau tidak. Soal fiskal akan dinaikkan jadi 5 juta rupiah. Soal di Tax Treaty diatur bahwa cuman Spore yang berhak majakin income kita di Spore (article 14) ini adalah SUBJECT TO article 4 yang mengatur Fiscal Domicile (soal anda merupakan SPLN/WPLN/SPDN/WPDN ).

Jadi in other words sekalipun menurut article 14 tax treaty anda cukup bayar tax ke spore aja, namun kalau karena menurut article 4 anda masih WPDN, maka anda TETAP harus bayar ppH ke Indo sebagai WPDN.

Semua ini adalah penjelasan bukan dari saya sendiri tapi dari petugas pajak "Sub Direktorat Perjanjian & Kerjasama Perpajakan Internasional" sendiri. Semoga berguna info ini bagi teman2 di Spore.
Anonim mengatakan…
merujuk pada komen anonymous di atas,
bagaimana status pelajar di luar negeri?

1. apakah pelajar yang mendapat beasiswa dari kementrian asing di negara asing juga menjadi subject pajak?
2. bagaimana dengan kebijakan bebas fiskal yang selama ini diberlakukan 4 kali setahun?

terimakasih
Anonim mengatakan…
Pak Raden Yth,

Saya sudah mulai kerja sejak tahun juni 2007, namun statusnya sebagai pegawai kontrak, gajinya pun tidak cukup besar, sekitar 1 jt per bulan (tentatif). Dan saya baru memiliki NPWP bulan desember 2008 ini.

Pertanyaannya :
Apakah saya wajib melaporkan SPT pada bulan Maret 2009? Atau mulai melaporkan pada bulan Maret 2010?

Terima kasih sebelumnya
Anonim mengatakan…
PRIboda

yg terhormat rekan-rekan indonesia....yang tinggal dan mendapatkan penghasilan diluar negeri. saya mau nambah komentar sedikit..mudah2n bermanfaat...

apabila rekan2 indonesia yang mendapatkan penghasilan diluar negeri dengan kepemilikan dua kewarga negaraan. maka perlu menjalankan hak dan kewajiban dari masing2 negara tersebut. dalam hal ini kita fokus di perpajakan di indonesia.

Dengan origin rekan2 yang bekerja dan mendapatkan penghasilan diluar indonesia,,, sejauh tidak melepas status WNInya memiliki kewajiban utk membuat NPWP dan menyampaikan SPT tahunan di Indonesia dengan fasilitas e filling yang tersedia di direktorat jendral pajak.

Jadi apabila status kewarga negaraan WNI rekan2 sudah hilang maka kewajiban perpajakn di Indonesia tidak perlu lagi dilaksanakan. Tapi apabila masih menjadi WNI..sebaiknya kewajiban perpajakan di INdonesia. tetapi dilaksanakan.

Sekian dan sukses selalu
Anonim mengatakan…
Pak Raden,

komentar bapak tanggal 26/10:

"Jika memiliki KTP, nanti korang pajak menganggap berdomisili di DN sehingga statusnya menjadi subjek pajak dalam negeri [WPDN]."

dasarnya apa ya?

Maaf saya belum mengerti, koq sepertinya bertentangan dengan komentar bapak yang lain yang menyebutkan UU PPh tidak mengenal citizenship principle?
Anonim mengatakan…
Buat info untuk anonymous posting Wednesday, December 03, 2008 5:51:00 PM, ini jawaban dari pajak.co.id or pengaduan.pajak@gmail.com..
Jawabannya sama saja dengan apa yang dipaparkan sama Pak Raden

Re: Subjek Pajak Luar Negeri‏
From: PUSAT PENGADUAN PAJAK (pusat.pengaduan.pajak@gmail.com)

Yth. Bapak/Ibu,

kami akan coba menjawab pertanyaan saudara, sebagai berikut:

Apabila saudara berada di Luar Negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan), maka saudara adalah
Subyek Pajak Luar Negeri sebagaimana diatur di Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 Pasal 2 (terlampir)., kecuali diatur lain di Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (Tax Treaty) antara Indonesia dengan negara domisili saudara.
Daftar negara yang telah mempunyai Tax Treaty dengan Indonesia dapat saudara
lihat di alamat berikut http://www.ortax.org/ortax/?mod=treaty

Subyek Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai penghasilan apapun yang
bersumber dari Indonesia, tidak perlu menbayar Pajak Penghasilan (PPh) lagi.
Apabila Subyek Pajak Luar Negeri memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia, maka atas penghasilan tersebut dipotong PPh sesuai dengan tarif
yang diatur di Tax Treaty (apabila sudah ada Tax Treaty dengan Indonesia)
atau UU RI No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (apabila belum ada
Tax Treaty dengan Indonesia).

WNI yang merupakan Subyek Pajak Luar Negeri tidak wajib mendaftarkan diri
untuk mendapatkan NPWP, akan tetapi diperbolehkan. Pendaftarannya dapat
melalui e-registration di website kami www.pajak.go.id. Setelah selesai
melakukan pendaftaran, formulir registrasi dan Surat Keterangan Terdaftar
Sementara (SKTS) harus dikirimkan dengan dilampiri fotokopi KTP yang masih
berlaku ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai domisili saudara berdasarkan
KTP via pos. Nantinya NPWP akan dikirimkan ke alamat saudara seperti yang
tercantum di KTP.
Akan tetapi setelah memperoleh NPWP, Subyek Pajak Luar Negeri tetap
mempunyai kewajiban yaitu melaporkan SPT Tahunan setiap tahun paling lambat
tanggal 31 Maret tahun berikutnya ke KPP dimana saudara terdaftar. Apabila
saudara tidak memperoleh penghasilan sama sekali dari Indonesia, maka
saudara cukup melaporkan penghasilan dan PPh Terutang NIHIL. Untuk
membuktikan bahwa saudara adalah Subyek Pajak Luar Negeri, SPT Tahunan
tersebut harus dilampiri dengan Surat Keterangan Domisili (Certificate of
Residency) yang diterbitkan oleh Competent Authority setempat.

Demikian kami sampaikan, semoga dapat menjawab pertanyaan saudara.
Anonim mengatakan…
Dear Pak Raden,

Mengenai sunset policy yang batas akhirnya sampai akhir tahun ini, apakah WNI yang berdomisili di LN juga sebaiknya mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP agar bebas fiskal (jika kembali ke tanah air dan kemudian harus pergi lagi ke LN)?

Status saya saat ini mahasiswa di Korea Selatan, dan selama setahun hanya 2 bulan berada di Indonesia. Februari tahun depan saya masih akan kembali ke Korea, nah apakah saya tetap bisa bebas fiskal tanpa NPWP walaupun saya harus apply visa kembali karena kmrn ini visa saya sudah usai masa berlakunya?

Mohon petunjuknya. Terima kasih sebelumnya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Mahasiswa selama ini bebas fiskal. Tetapi untuk tahun 2009, kita tunggu peraturan pemerintah khusus tentang fiskal luar negeri. Saya sudah dapat sosialisasi tapi karena masih berupa RPP [rancangan] maka lebih baik yang sudah jadi PP saja deh.
Anonim mengatakan…
Kepada nara sumber,
Hendak turut bertanya.
Apabila ada orang asing (cth. Korea) masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan bisnis (berlaku 1 tahun) dengan tidak ada penghasilan yg diterima di Indonesia dan ternyata tinggal melebihi 183 hari, pertanyaannya adalah:
- pajak apa yang akan dikenakan & bagaimana perhitungannya?
- apakah ybs msh tetap bisa masuk/tinggal ke/di Indonesia?
Terima kasih sebelumnya.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Jika memang dari Indonesia tidak memperoleh penghasilan, maka tidak ada pajak atau PPh yang harus dibayar.
Apakah bisa tinggal di Indonesia? Kenapa tidak? Saya pikir dalam hal ini tidak ada halangan atau larangan untuk tinggal/masuk di Indonesia.
Anonim mengatakan…
Kepada Narasumber,
Saya seorang karyawan yg sudah bekerja di LN hampir 1 tahun (>183 hari) dan saya belum punya NPWP... (dan memang tidak diwajibkan)
Tapi saya bingung, apakah anak dan istri saya memiliki fasilitas bebas fiskal jika datang mengunjungi saya, mengingat mereka tidak berpenghasilan dan bergantung dari uang kiriman saya setiap bulannya. Terima kasih
Anonim mengatakan…
Apa Subjek pajak LN harus buat NPWP juga? Saya tinggal diluar selama bertahun2 tp hanya mendapat visitor visa. Rencana akan ke jakarta bali hanya 2 minggu saja. Saya tidak berkerja dan tidak mempunyai penghasilan apapun dsini, hanya ikut suami. Saya tidak punya properti apapun di indonesia. Apa saya harus buat NPWP juga? Dan apa saya harus bayar fiskal nantinya dari bali untuk balik pulang? Terimakasih untuk bantuannya.
Anonim mengatakan…
Pak Raden Yth,

saya bekerja di lembaga/organisasi internasional dan tinggal di LN, organisasi saya bekerja ini dibebaskan pajak, sehingga saya menerima pendapatan bersih tanpa pajak.

Pertanyaan saya: apakah saya termasuk kategori wajib pajak DN karena organisasi bekerja "free of taxes" disini.

Terima kasih banyak pak raden

salam,
Boyke
Raden Agus Suparman mengatakan…
apakah anak dan istri saya memiliki fasilitas bebas fiskal jika datang mengunjungi saya?

Mungkin tetap bayar fiskal. Tapi secara teori sih bebas fiskal.
Raden Agus Suparman mengatakan…
Apa saya harus buat NPWP juga? Dan apa saya harus bayar fiskal nantinya dari bali untuk balik pulang?

Jawaban keduanya "tidak"
Raden Agus Suparman mengatakan…
apakah saya termasuk kategori wajib pajak DN karena organisasi bekerja "free of taxes" disini.

Tidak serta merta bebas, karena ada keputusan menteri keuangan organisasi yang atas penghasilan yang diterima oleh pegawainya dibebaskan dari PPh
Anonim mengatakan…
saya lito,saya ingin bertanya soal BUT milik WPDN yang berada di LN yang tidak ada perjanjian pajak dengan indonesia,apakah atas penghasilan BUT tersebut di kenai pajak?
Raden Agus Suparman mengatakan…
bisa tapi tergantung kasusnya

Postingan populer dari blog ini

Petunjuk dan Contoh PPh Pasal 21

Kartu NPWP Baru